5 hari setelah kejadian itu berlalu.
"Sarah, kamu tau rumah Ine gak?" tanya Rayhan melalui ponsel di kamarnya.
"Nggak, Mang"
"Sarah, kamu tau rumah Ine gak?" tanya Rayhan melalui ponsel di kamarnya.
"Nggak, Mang"
"Yah,
punya dong Sar." Rayhan memohon.
"Mang
Rehan tuh gimana sih? Orang Sarah gak tau rumahnya juga"
"Kalau
temen kamu ada yang tau gak?"
"Kayaknya
sih ngga, Mang. Paling juga mba-mba yang udah sepuh"
"Yah.
Ayo dong, Sar. Tanya temen-temen kamu. Mang Rehan lagi butuh nih"
"Buat
apa sih, Mang? Mang Rehan mau ngelamar mba Ine?"
"Eh.
Sembarangan aja ngomong. Mang kan baru kenal sama Ine"
"Ya
terus?"
"Ini.
Mang Rehan mau ngembaliin jaketnya yang waktu itu dipinjem." Tangan Rayhan
menggenggam jaket merah muda yang ia maksud.
"Oh.
Mau kerumahnya toh?"
"Pengennya
sih iya. Tapi kan gak tau alamat rumahnya"
"Hmm
bentar deh, Mang. Kalau gak salah sih Sarah tuh pernah minta biodatanya mba
Ine. Nah, kali aja di sana ada alamat rumahnya mba Ine juga"
"Nah,
sae sae. Bilang dong dari tadi, Sar.”
"Ya
Sarah kan baru inget, Mang"
"Ya
udah mana? Mang Rehan minta alamatnya"
"Bentar
ya, Mang. Sarah cari dulu"
"Iya.
Jangan lama-lama"
Sarah pun
pergi ke kamarnya.
"Mang,
telponnya dimatiin dulu aja, ya. Nanti Sarah telpon lagi kalau udah
ketemu"
"Okelah.
Mang tunggu loh"
"Iya,
Mang. Sabar dulu aja deh"
Telepon
dimatikan.
Dengan sigap
Sarah mencari-cari buku binder bersampul hijau diantara rentetan buku dalam rak
bukunya.
"Duh...
Mana sih? Biasanya kan aku taruh disini" Sarah menggerutu sendiri.
"Apa
ketinggalan di pesantren, ya? Eh, ngga ngga. Kemarin kan aku baru nulis di
binder. Terus aku taruh dimana, ya?"
Sarah
mengingat-ingat dimana terakhir kali ia menyimpan binder itu kemarin.
"Oh
iya. Bawah kasur!" Ucap Sarah girang.
Ia pun
mencari binder dibalik bantalnya. Dan benar saja, binder miliknya ada disana.
"Nah.
Ini dia. Alhamdulillah ketemu" Sarah
bernapas lega. "Okelah, sekarang tinggal cari biodatanya mba Ine.
Dimana ya?"
Baca juga : Jaket Merah Jambu 1
Keesokan
hari.
Rayhan
bersiap-siap keluar rumah. Dengan jaket coklat favoritnya dan rambut yang
disisir rapi. Tak lupa, serta peci berwarna hitam yang selalu ia bawa Dan tas selempang kecil berwarna hitam coklat
guna menyimpan barang-barang berharganya selama ia di perjalanan.
Hari ini,
Rayhan akan menjelajahi kabupaten Kuningan. Hendak mencari rumah si pemilik
jaket merah muda yang baru ia kenali
enam hari yang lalu.
"Mi,
kula bade kesah krihin" Rayhan menghadap ibunya di depan rumah. Meminta
izin untuk pergi keluar rumah.
"Mendi,
cung?" Ibu Rayhan menanyakan kemana Rayhan hendak pergi.
"Ngewangsuli
jaket, Mi. Gadahe rencang"
"Ya
wis. Ati-ati numpak motore"
"Nggih,
Mi"
Rayhan
mencium punggung tangan ibunya.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Setelah
berpamitan, Rayhan pun menjalankan mesin sepeda motornya. Dan menyiapkan diri untuk mencari rumah
seseorang yang tanpa sadar ia cintai.
Baca juga : Jaket Merah Jambu 3 : Keputusan
1 jam
berlalu.
Rayhan belum
menemukan tempat yang sebenarnya yang ia tuju. Sebuah rumah yang entah
bagaimana bentuknya. Tapi sudah ia dapatkan alamatnya dari keponakannya
sekaligus teman sepesantren dari si pemilik rumah. Berbagai jalan telah ia
lewati. Dan berbagai kalangan manusia telah ia tanyakan perihal alamat rumah
yang kini sedang ia cari. Hingga akhirnya, Rayhan memutuskan untuk memarkirkan
sepeda motornya di samping warung pinggir jalan. Lalu memesan secangkir kopi
untuk menyegarkan kembali pikirannya sekaligus mencegah datangnya kantuk di
perjalanan selanjutnya.
"Bu,
kopi hitam satu"
"Iya,
Mas. Duduk dulu" jawab ibu si penjual.
Tanpa pikir
panjang, Rayhan langsung duduk di bangku kayu panjang yang disediakan warung
tersebut.
"Mangga,
Mas." Si Ibu penjual memberikan secangkir kopi hitam kepada Rayhan.
"Terima
kasih, Bu" Rayhan menerimanya dan menyunggingkan senyum tulusnya.
"Sama-sama,
Mas"
Rayhan
menyeruput kopi hitam itu. Sementara pikirannya masih berkecamuk memikirkan
bagaimana caranya menemukan rumah si pemilik jaket murah muda.
“Bu, kopi
luwak satu” sahut seorang pemuda yang baru tiba di sebelah Rayhan.
“Siap! Duduk
dulu, Ko” Si Ibu penjual rupanya telah mengenali pelanggannya tersebut.
“Oke”
Rayhan
tertegun mendengar pemuda disebelahnya. Jika si ibu penjual itu saja
mengenalinya, maka kemungkinan besar pemuda itu adalah orang sekitar. Ya, siapa
tau dia bisa mengarahkan jalan yang harus ditempuhnya.
“Mas, orang
sini?” Tanya Rayhan dengan mantap.
“Iya” jawab
pemuda itu singkat.
“Berarti,
tau jalan sekitar sini juga?”
“Memangnya
kenapa, Mas? Lagi nyari alamat?”
“Ini
kopinya, Eko” ibu penjual memberikan secangkir kopi luwak pesanan yang
dipanggil ‘Eko’ itu.
“Terima
kasih, Bu”
“Iya. Maaf
loh pembicaraannya jadi kepotong”
“Iya, Bu.
Gapapa.”
“Jadi, Mas
Eko ini tau jalan sekitar sini?”
“Kebanyakannya
sih tau, Mas”
“Nah,
kebetulan. Saya lagi nyari alamat ini, Mas. Mas tau gak arahnya dari sini harus
kemana?”
Baca juga : Jaket Merah Jambu 4 : Pernikahan
Rayhan
kembali mengendarai motornya setelah dia mendapatkan arah dari Mas Eko yang
baru dikenalinya beberapa menit yang lalu. Dan arahannya, tepat sekali. Karena
kini, Rayhan telah berada di depan rumah si pemilik jaket merah muda. Namun….
“Assalamu’alaikum”
Rayhan memberi salam dengan sopan.
“Wa’alaikumussa…”
Ine terkaget ketika melihat seorang lelaki asing di depan rumahnya. Sedangkan
rambutnya terikat kuda tanpa mengenakan kerudung. “Abah!!!”
Ine kembali
ke dalam rumah dengan cepat dan membiarkan sapunya tergeletak di samping pintu
rumah.
Astaghfirullah, itu Ine? Rayhan memalingkan matanya dari
pandangan yang baru saja ia lihat. Maafkan
saya, Ine. Saya tidak sengaja. Rayhan berujar dalam hati.
“Wa’alaikumussalam..”
salam itu akhirnya terjawab oleh pria separuh baya yang keluar dari rumah.
“Assalamua’alaikum,
Pak” Rayhan mengulang ucapan salamnya dan membungkuk untuk menyalami pria paruh
baya tersebut.
“Wa’alaikumussalam”
tangan pria itu menyambut tangan Rayhan dengan baik. “Mau ketemu sama siapa,
nak?”
“Mohon maaf
sebelumnya, Pak. Saya Rayhan. Temannya Ine”
0 Comments: