---------- Maret
“Yul, mana uangnya?” tagih Rosa yang menghampiri Yulia dari belakang.
“Yul, mana uangnya?” tagih Rosa yang menghampiri Yulia dari belakang.
“Uang apa?”
tanya Yulia bingung.
“Kan kemarin
kamu janji” jawab Rosa.
Yulia
bingung dengan pernyataan Rosa. Tapi ia tidak ingin ambil pusing. “Berapa?”
“Dua ribu”
Yulia
mengambil dua lembar uang seribuan dari rompi merah sekolahnya. Kemudian
memberikannya pada Rosa. “Ini”
“Oke”
Kemudian Rosa segera berlalu dari pandangan Yulia.
-
---------- Agustus
---------- Agustus
“Yul, dua
ribu!” tagih Rosa pada Yulia sebelum istirahat usai olahraga.
“Nih” Yulia
memberikan selembar uang dua ribu rupiah yang ia ambil dari saku celana
olahraganya.
-
---------- September
---------- September
“Yulia” Rosa
memberi kode pada Yulia dengan melewati bangkunya.
“Iya” Yulia
mengiyakan tanda mengerti. Walaupun sebenarnya, ia bingung. Uang jajannya
tinggal seribu rupiah lagi setelah menghabiskan dua ribu rupiah untuk membeli cimol,
permen, dan teh gelas kw.
Apa aku ambil dari uang tabungan aja,
ya?, batin Yulia.
Malamnya,
“Uli, kok
kamu gak nabung?” tanya Nira – ibu Yulia – setelah memeriksa buku tabungan
Yulia.
“E, itu mah.
Tadi dipake beli pulpen” jawab Yulia bohong, untuk kesekian kalinya.
-
---------- Oktober
---------- Oktober
“Yul, kamu
ada surat” Gina memberitahu setelah duduk di kursi samping kiri Yulia. Kemudian
memberikan selembaran kertas yang terlipat pada Yulia.
“Dari siapa?”
tanya Yulia.
“Baca aja”
Yulia melepaskan
pulpen dari tangan kanannya. Kemudian membuka lipatan kertas yang disebut
‘surat’ oleh Gina.
Yul, kamu udah tiga hari gak ngasih
2000 ke aku.
Yulia
menarik napas panjang. Kemudian mengambil pulpen untuk membalas ‘surat’ yang
ternyata ditulis Rosa.
Gak tau. Uang aku udah abis.
“Nih” Yulia
memberikan kertas itu yang dilipat kembali ke Gina, teman sebangkunya.
Gina
menerima kertas itu. Kemudian berjalan ke bangku barisan belakang dimana Rosa
berada. Dan tak menunggu waktu yang lama, Gina kembali ke bangku Yulia.
“Ini, Yul”
ucap Gina.
Yulia
menerimanya. Kemudian membuka kembali ‘surat’ itu.
Bayar dong. Kalau nggak bayar-bayar,
kamu gak boleh duduk sama Gina lagi.
Yulia
kembali menghela napas. Dan segera menjawab tulisan itu.
Biarin. Nanti aku duduk sama Isa.
Yulia
melipat kertas itu. Dan mendorongnya pada Gina yang duduk di sebelahnya. Tapi
karena Gina cape bolak-balik terus, Gina menitipkan kertas itu lewat orang yang
duduk dibelakangnya.
“Ji, punten-lah estafet ke Rosa”
Orang yang dipanggil
‘Ji’ itu meneruskan kertas yang dititipkan Gina ke teman yang ada
dibelakangnya. Hingga kertas itu sampai di tangan Rosa, kemudian kembali lagi
ke tangan Yulia.
Yulia
membuka lipatan kertas itu lagi.
Gak bisa. Isa itu duduknya masih
barisan aku.
Begitu
jawaban yang ditulis Rosa. Membuat Yulia berpikir lagi, apa yang harus
ditulisnya dalam kertas itu.
-
---------- November
---------- November
Hari itu,
Yulia datang ke sekolah bersama ayahnya – Bimo. Dengan tujuan, ingin melaporkan
kasus Yulia yang ternyata terus menerus dimintai uang oleh temannya, yang tak
lain dan tak bukan adalah Rosa. Hingga akhirnya laporan itu sampai ke wali
kelas Yulia dan Rosa, Nani.
Ketika
kegiatan belajar mengajar berlangsung, Nani yang kebetulan saat itu mengajar
kelas 4C memanggil Rosa dan Yulia untuk maju ke depan.
“Yulia,
jujur ya. Kamu bener dimintain uang sama Rosa?” tanya Nani dengan halus ke arah
Yulia yang berdiri di sebelah kanan.
“Iya, Bu”
jawab Yulia seraya mengangguk.
“Rosa, kamu
kenapa mintain uang ke Yulia?” Nani beralih ke arah Rosa.
---- Maret
lalu….
“Yul, pinjem
uang 500 ada gak?” tanya Rosa yang tiba-tiba duduk di kursi sebelah Yulia. Yang
kebetulan, saat itu kosong.
“Gak ada.
Uang aku udah abis” jawab Yulia seteleh menyeruput teh gelasnya.
“Ya udah,
nanti aku minta ke kamu 2000 setiap hari, ya?” Rosa meminta persetujuan Yulia.
“Iya” Yulia
menjawab lagi pertanyaan Rosa. Namun sayangnya, Yulia tidak benar-benar
mendengar perkataan Rosa. Sehingga ia tidak menyadari ia telah menyetujui Rosa
untuk meminta uang kepadanya setiap hari.
Rosa
menceritakan kejadian sebenarnya sambil mengusap pipi yang terbasahi air mata.
Karena rupanya ia cukup menyesal dengan perbuatannya.
“Terus kok
Yulianya mau?” Nani beralih lagi ke Yulia. Namun, Yulia tidak menjawab apapun.
Ia masih tidak mengerti. Dan tidak juga menangkap perkataan Rosa dengan jelas
sebelumnya.
“Ya, sudah
sudah” Nani berusaha menyelesaikan masalah Yulia dan Rosa dengan baik-baik. “Yulia,
Rosa, kalian ini kan sudah besar. Sudah kelas empat. Berarti sekarang kalian
umur berapa?”
“Sembilan,
Bu” jawab Yulia.
“Sepuluh”
Rosa ikut menjawab.
“Tuh. Yulia
udah sembilan tahun, Rosa udah sepuluh tahun. Berarti kalian sudah semakin
besar. Sudah waktunya kalian bisa menyelesaikan masalah dengan baik-baik. Ya?”
Nani bertanya dengan lembut.
Sedangkan
Yulia dan Rosa sama-sama mengangguk mengiyakan.
“Yulia mau
gak dimintain uang lagi sama Rosa?” kali ini Nani bertanya pada Yulia.
“Nggak, Bu”
“Rosa mau
gak, gak akan minta uang lagi ke Yulia?” pertanyaan Nani beralih ke Rosa.
“Iya, Bu”
“Nah…. Yulia
gak mau dimintain uang lagi sama Rosa. Rosa juga gak akan minta uang lagi ke
Yulia. Jadi kalian mau baikan ya?” kali ini Nani bertanya pada keduanya.
“Mau, Bu”
keduanya sama-sama menyetujui dan mengangguk.
“Teman-teman
disini liat ya? Yulia sama Rosa mau baikan. Kalian mau kan liat Yulia dan Rosa
baikan lagi?” Nani meminta persetujuan anak didiknya untuk menyaksikan Rosa dan
Yulia untuk baikan lagi.
“Iya, Bu”
Anak didik Nani menjawab serempak.
“Tuh,
teman-teman kalian mau lihat kalian baikan lagi. Sekarang, ayo baikan.
Maaf-maafan“ Nani meminta Yulia dan Rosa untuk saling memaafkan atas kesalahan
masing-masing.
“Yulia,
maafin aku ya” Rosa menjulurkan tangan kanannya untuk meminta maaf pada Yulia.
“Iya, Rosa.
Maafin aku juga, ya” Yulia menerima permintaan maaf Rosa. Dan juga meminta maaf
balik pada Rosa. Seraya menjulurkan tangan kanannya juga hingga tangan Rosa dan
Yulia berjabatan.
0 Comments: