28 June 2020

Dua Ribu Rupiah

Dua Ribu Rupiah 
----------   Maret
“Yul, mana uangnya?” tagih Rosa yang menghampiri Yulia dari belakang.
“Uang apa?” tanya Yulia bingung.
“Kan kemarin kamu janji” jawab Rosa.
Yulia bingung dengan pernyataan Rosa. Tapi ia tidak ingin ambil pusing. “Berapa?”
“Dua ribu”
Yulia mengambil dua lembar uang seribuan dari rompi merah sekolahnya. Kemudian memberikannya pada Rosa. “Ini”
“Oke” Kemudian Rosa segera berlalu dari pandangan Yulia.
-       
----------   Agustus
“Yul, dua ribu!” tagih Rosa pada Yulia sebelum istirahat usai olahraga.
“Nih” Yulia memberikan selembar uang dua ribu rupiah yang ia ambil dari saku celana olahraganya.
-       
----------   September
“Yulia” Rosa memberi kode pada Yulia dengan melewati bangkunya.
“Iya” Yulia mengiyakan tanda mengerti. Walaupun sebenarnya, ia bingung. Uang jajannya tinggal seribu rupiah lagi setelah menghabiskan dua ribu rupiah untuk membeli cimol, permen, dan teh gelas kw.
Apa aku ambil dari uang tabungan aja, ya?, batin Yulia.
Malamnya,
“Uli, kok kamu gak nabung?” tanya Nira – ibu Yulia – setelah memeriksa buku tabungan Yulia.
“E, itu mah. Tadi dipake beli pulpen” jawab Yulia bohong, untuk kesekian kalinya.
-       
----------   Oktober
“Yul, kamu ada surat” Gina memberitahu setelah duduk di kursi samping kiri Yulia. Kemudian memberikan selembaran kertas yang terlipat pada Yulia.
“Dari siapa?” tanya Yulia.
“Baca aja”
Yulia melepaskan pulpen dari tangan kanannya. Kemudian membuka lipatan kertas yang disebut ‘surat’ oleh Gina.
Yul, kamu udah tiga hari gak ngasih 2000 ke aku.
Yulia menarik napas panjang. Kemudian mengambil pulpen untuk membalas ‘surat’ yang ternyata ditulis Rosa.
Gak tau. Uang aku udah abis.
“Nih” Yulia memberikan kertas itu yang dilipat kembali ke Gina, teman sebangkunya.
Gina menerima kertas itu. Kemudian berjalan ke bangku barisan belakang dimana Rosa berada. Dan tak menunggu waktu yang lama, Gina kembali ke bangku Yulia.
“Ini, Yul” ucap Gina.
Yulia menerimanya. Kemudian membuka kembali ‘surat’ itu.
Bayar dong. Kalau nggak bayar-bayar, kamu gak boleh duduk sama Gina lagi.
Yulia kembali menghela napas. Dan segera menjawab tulisan itu.
Biarin. Nanti aku duduk sama Isa.
Yulia melipat kertas itu. Dan mendorongnya pada Gina yang duduk di sebelahnya. Tapi karena Gina cape bolak-balik terus, Gina menitipkan kertas itu lewat orang yang duduk dibelakangnya.
“Ji, punten-lah estafet ke Rosa”
Orang yang dipanggil ‘Ji’ itu meneruskan kertas yang dititipkan Gina ke teman yang ada dibelakangnya. Hingga kertas itu sampai di tangan Rosa, kemudian kembali lagi ke tangan Yulia.
Yulia membuka lipatan kertas itu lagi.
Gak bisa. Isa itu duduknya masih barisan aku.
Begitu jawaban yang ditulis Rosa. Membuat Yulia berpikir lagi, apa yang harus ditulisnya dalam kertas itu.
-       
----------   November
Hari itu, Yulia datang ke sekolah bersama ayahnya – Bimo. Dengan tujuan, ingin melaporkan kasus Yulia yang ternyata terus menerus dimintai uang oleh temannya, yang tak lain dan tak bukan adalah Rosa. Hingga akhirnya laporan itu sampai ke wali kelas Yulia dan Rosa, Nani.
Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, Nani yang kebetulan saat itu mengajar kelas 4C memanggil Rosa dan Yulia untuk maju ke depan.
“Yulia, jujur ya. Kamu bener dimintain uang sama Rosa?” tanya Nani dengan halus ke arah Yulia yang berdiri di sebelah kanan.
“Iya, Bu” jawab Yulia seraya mengangguk.
“Rosa, kamu kenapa mintain uang ke Yulia?” Nani beralih ke arah Rosa.

---- Maret lalu….
“Yul, pinjem uang 500 ada gak?” tanya Rosa yang tiba-tiba duduk di kursi sebelah Yulia. Yang kebetulan, saat itu kosong.
“Gak ada. Uang aku udah abis” jawab Yulia seteleh menyeruput teh gelasnya.
“Ya udah, nanti aku minta ke kamu 2000 setiap hari, ya?” Rosa meminta persetujuan Yulia.
“Iya” Yulia menjawab lagi pertanyaan Rosa. Namun sayangnya, Yulia tidak benar-benar mendengar perkataan Rosa. Sehingga ia tidak menyadari ia telah menyetujui Rosa untuk meminta uang kepadanya setiap hari.

Rosa menceritakan kejadian sebenarnya sambil mengusap pipi yang terbasahi air mata. Karena rupanya ia cukup menyesal dengan perbuatannya.
“Terus kok Yulianya mau?” Nani beralih lagi ke Yulia. Namun, Yulia tidak menjawab apapun. Ia masih tidak mengerti. Dan tidak juga menangkap perkataan Rosa dengan jelas sebelumnya.
“Ya, sudah sudah” Nani berusaha menyelesaikan masalah Yulia dan Rosa dengan baik-baik. “Yulia, Rosa, kalian ini kan sudah besar. Sudah kelas empat. Berarti sekarang kalian umur berapa?”
“Sembilan, Bu” jawab Yulia.
“Sepuluh” Rosa ikut menjawab.
“Tuh. Yulia udah sembilan tahun, Rosa udah sepuluh tahun. Berarti kalian sudah semakin besar. Sudah waktunya kalian bisa menyelesaikan masalah dengan baik-baik. Ya?” Nani bertanya dengan lembut.
Sedangkan Yulia dan Rosa sama-sama mengangguk mengiyakan.
“Yulia mau gak dimintain uang lagi sama Rosa?” kali ini Nani bertanya pada Yulia.
“Nggak, Bu”
“Rosa mau gak, gak akan minta uang lagi ke Yulia?” pertanyaan Nani beralih ke Rosa.
“Iya, Bu”
“Nah…. Yulia gak mau dimintain uang lagi sama Rosa. Rosa juga gak akan minta uang lagi ke Yulia. Jadi kalian mau baikan ya?” kali ini Nani bertanya pada keduanya.
“Mau, Bu” keduanya sama-sama menyetujui dan mengangguk.
“Teman-teman disini liat ya? Yulia sama Rosa mau baikan. Kalian mau kan liat Yulia dan Rosa baikan lagi?” Nani meminta persetujuan anak didiknya untuk menyaksikan Rosa dan Yulia untuk baikan lagi.
“Iya, Bu” Anak didik Nani menjawab serempak.
“Tuh, teman-teman kalian mau lihat kalian baikan lagi. Sekarang, ayo baikan. Maaf-maafan“ Nani meminta Yulia dan Rosa untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing.
“Yulia, maafin aku ya” Rosa menjulurkan tangan kanannya untuk meminta maaf pada Yulia.
“Iya, Rosa. Maafin aku juga, ya” Yulia menerima permintaan maaf Rosa. Dan juga meminta maaf balik pada Rosa. Seraya menjulurkan tangan kanannya juga hingga tangan Rosa dan Yulia berjabatan.
Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: