Hujan tengah menyirami kawasan pasar Ujung Berung dan sekitarnya. Disertai angin yang besar, dan hawa dingin yang menyerang.
Beberapa orang berteduh di depan toko seragam Resko yang telah tutup. Menghindari banjir dan tentunya angin yang semakin membesar. Dari situ, jalan raya terlihat begitu jelas. Ada air banjir yang menggenang, bahkan terkadang menciprati sekitarnya ketika ada kendaraan yang melintas. Ada juga angin besar yang beterbangan yang ke sana kemari. Membuat pemandangan menjadi cukup gelap meski masih siang hari. Ditambah lagi, semua lapak di sekitar juga sudah tutup. Tidak ada lagi cahaya lampu yang terang benderang.
Di antara orang-orang yang berteduh di depan toko seragam Resko, ada aku, Nisa dan Mimi. Kami berdiri. Karena tidak ada tempat kering yang bisa diduduki sekitar kami. Sesekali, aku menengok kanan-kiri. Mencari-cari tempat kering untuk duduk. Kemudian setelah melihat seorang ibu-ibu duduk di kayu dari sebuah lapak yang tutup, aku pun memutuskan untuk menghampiri tempat kayu itu berada. Tidak jauh-jauh dari tempat semula. Cukup belok kanan sedikit. Lalu belok kanan lagi sedikit. Tepatnya, ada di samping seberang toko seragam Resko.
"Bib, mau ke mana?" tanya Mimi.
Aku tak menjawab. Fokus berjalan melewati air banjir yang sampai ke atas mata kaki. Lagi pula, sepertinya Mimi memperhatikanku. Mungkin, kedua matanya menyelidiki ke mana aku melangkah. Sampai akhirnya tidak memperhatikan lagi setelah aku sampai tujuan dengan baik-baik saja.
Benar saja. Ternyata, kayu itu benar-benar kering. Jadi tanpa ragu, aku pun mendudukinya. Tapi, aku tidak benar-benar persis duduk berdampingan dengan seorang ibu-ibu yang sedari tadi kulihat. Karena kayu ini ada dua tingkat. Aku duduk di tingkat pertama, sedangkan ibu itu duduk di tingkat kedua.
Cukup lama menunggu, hujan belum kunjung reda. Air banjir yang mengaliri tanah dan lantai di dalam pasar pun, masih mengalir lancar sampai terasa dingin di kedua kaki. Jadi, kuangkat kedua kaki beserta sandalnya ke atas kayu. Hingga lutut terlipat hampir mendekati dada namun terhalang tas selempang merah yang kubawa.
Main HP aja kali, ya? Tapi bisi jatuh, pikirku. Ah enggak ah. Munduran weh duduknya.
Aku mengambil posisi duduk lebih ke belakang. Kemudian mengambil ponsel dari dalam tas. Menekan tombol power di sisi kanan ponsel, dan langsung melihat waktu yang tertera di layar.
14.22.
Oh iya! Pengumuman UM-PTKIN! Pengumumannya, kan, sudah dirilis jam dua siang?
Tanpa pikir panjang, aku langsung membuka sebuah grup di aplikasi WhatsApp yang hanya beranggotakan satu orang. Yang tak lain, adalah aku sendiri. Karena, di situ ada nomor peserta UM-PTKIN milikku yang sebelumnya sudah disimpan sebelum berangkat ke pasar. Lalu, membuka aplikasi mesin pencarian dan mengetikkan kata umptkin.
Deg. Deg. Deg.
Singkat cerita, aku sudah mengetahui hasil kelulusan UM-PTKIN. Ternyata, hasilnya adalah negatif. Negatif tidak lulus maksudnya. Alias lulus. Wkwk.
Jelas saja aku kegirangan. Sampai-sampai berseru sendiri padahal tidak ada yang mengajak bicara. Karena apa? Karena ini adalah kedua kali aku mengikuti UM-PTKIN setelah pada kesempatan pertama gagal di tahun sebelumnya. Selain karena itu, tahun ini juga adalah tahun ketiga setelah aku lulus sekolah. Di mana tahun ketiga ini adalah tahun terakhir untuk berkesempatan daftar dan masuk PTN.
Pokoknya, aku bahagia banget deh. Dan ingin cepat-cepat memberitahu Mimi perihal ini. Jadi, aku kembali berjalan ke depan toko Resko. Kemudian membisiki Mimi di telinga kirinya, "Aku diterima di UIN."
"Bibah? Bibah diterima di UIN?" tanya Mimi dengan suara pelan, tanpa berbisik ke telinga.
"Iya, Mi."
"Alhamdulillah."
Setelah itu, Mimi bercerita bahwa Mimi selalu berdoa untukku agar bisa berkuliah. Tepatnya, di waktu antara Zuhur dan Asar. Karena kata orang, waktu tersebut adalah waktu yang bagus dan mudah dikabulkan doanya. Apakah benar? Aku sendiri kurang tahu sih. Tapi, aku terus mendengarkan cerita Mimi.
Ternyata, Allah mengabulkan doa-doa Mimi agar aku diterima di UIN. Benar-benar terharu dan bersyukur mendengarnya. Padahal aku sendiri yang mengikuti ujiannya saja, justru jarang berdoa agar diterima di UIN belakangan ini. Karena, aku benar-benar pasrah. Di satu sisi, ingin sekali masuk UIN. Tapi di satu sisi lain, tidak ingin terlalu berharap lagi. Toh kalau pun tidak diterima, sepertinya aku bisa lebih ikhlas dan siap karena sudah pernah mengalami hal serupa. Bahkan, sudah berencana untuk melamar pekerjaan juga.
Eits, tapi bukan berarti aku tidak pernah berdoa untuk masuk UIN Bandung. Di tahun sebelumnya, aku santer banget berdoa untuk kuliah di UIN Bandung. Dari pertama daftar UM-PTKIN, sampai menerima hasil bahwa aku tidak diterima sebagai mahasiswi baru UIN Bandung melalui seleksi ujian mandiri. Dan dari doa-doa itu, kebetulan diperkenankannya, ya, tahun ini. Yeah, alhamdulillah.
Namun, selain dari pasrahnya aku ketika menanti hasil kelulusan, sebenarnya ada hal lain lagi yang membuatku lebih pasrah ketika ujian belum benar-benar dilaksanakan.
Di awal bulan Mei, aku masih belum membayar biaya pendaftaran UM-PTKIN. Dan ketika berniat membayarnya, aku terkejut karena ternyata di file pdf tentang cara pembayaran yang diunduh sebelumnya, terdapat tulisan yang intinya, diharuskan membayar biaya pendaftaran sebelum tanggal 30 April 2021.
Duh! Frustasi banget dong pokoknya. Pasrah. Sepasrah-pasrahnya. Aku berpikir, udah enggak ada harapan lagi deh untuk masuk PTN. Dan, oke. Mungkin hidup akan berjalan tanpa adanya wisuda sarjana, padahal aku sangat mengimpikan itu. Mungkin hidup akan berjalan tanpa rasanya menikmati bangku kuliah, padahal aku menginginkan itu.
Fyuh...
Tapi, rupanya Allah memberi harapan lagi. Di hari-hari awal bulan Mei, aku membaca sebuah artikel di ponsel tentang waktu pembayaran UM-PTKIN yang diperpanjang sampai tanggal 9 Mei 2021. Jelas. Harapan dan kesempatan itu ada! Segeralah aku mengecek situs web resmi UM-PTKIN. Dan benar sekali, waktu pembayarannya benar-benar diperpanjang.
Tapi, kenapa aku harus pasrah dulu, baru diterima di UIN?
Baiklah. Mungkin, di tahun kemarin, aku berharapnya ke PTN. Bukan ke Allah. Jadi ya, gitu deh. Hancur harapannya. Meskipun di satu sisi, sebenarnya ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab mengapa aku tidak lulus UM-PTKIN di tahun kemarin.
Hal yang pertama.
Ketika mendaftarkan UM-PTKIN, salah satu syaratnya adalah mengunggah foto berukuran 3 × 4. Nah, saat pendaftaran tahun ini, kalau gak salah, ada sebuah peringatan setelah aku mengunggah fotonya. Padahal, fotonya sama seperti yang aku pakai di tahun kemarin. Lagi pula, gak banyak perubahan, kok, dari fisik wajahku. Oleh karenanya, aku mengatur foto tersebut agar memiliki rasio 3 × 4 kemudian mengunggahnya kembali. Setelah itu, tidak ada peringatan lagi. Jadi kemungkinan, di tahun kemarin, fotoku tidak memenuhi syarat seperti seharusnya.
Hal yang kedua.
Di tahun kemarin, ada sedikit kekeliruan ketika aku mengisi PTN tujuan. Yang di mana seharusnya aku memilih UIN Bandung di pilihan pertama, tapi malah memilih UIN Jakarta. Padahal, PTN utama tujuanku adalah UIN Bandung. Soalnya, biar dekat rumah. Gak usah ngerantau lagi. Udah ngerantau 6 tahun, masih kurang apa, ya? Haha.
Nah, biar gak keliru lagi, di tahun ini aku pilih UIN Bandung di semua pilihan. Tapi tentu, dengan jurusan yang berbeda. Dan alhamdulillah, sekarang diterima di jurusan yang ada di pilihan pertama.
Hal yang ketiga.
Aku sama sekali tidak belajar di tahun kemarin. Benar-benar, ya, berpikiran bahwa 100% aku pasti bakal bisa tembus UIN Bandung di tahun itu juga. Soalnya, aku kira masuk UIN Bandung itu mudah. Haha. Pede banget, ya? Padahal kenyatannya, enggak begitu. Karena pasti, banyak orang yang gak kalah jenius mendaftarkan diri di UIN Bandung. Nah, sedangkan di tahun ini, aku ada belajarnya nih. Entah itu di buku SPM kelas 6 punya Nisa, atau membuka aplikasi Zenius. Tapi, sesekali sih. Enggak sering-sering banget. Pokoknya, ada niatnya dulu. AKU MAU BELAJAR. Habis itu, mau sempat belajar atau enggak, ya terserah. Wkwk.
Nah, menurut aku sih, itu adalah sebuah teguran juga ya buat diri sendiri. Mungkin Allah ingin menegur, "Jangan mentang-mentang pintar di sekolah, masuk PTN aja gak belajar!" Gitu, hehe. Eh, emangnya aku pintar gitu? Gak tahu ketang. Menurut kamu gimana? Kalau menurut aku sih, belum maksimal. 😂
Sudahlah. Kayaknya, cuma ada tiga hal, deh, yang menyebabkan aku tidak lulus UM-PTKIN di tahun kemarin. Enggak ada lagi. Sisanya, ya memang sudah suratan takdir.
Tapi, apa kamu tidak ingin tahu bagaimana hasilnya ketika aku dinyatakan tidak lulus UM-PTKIN di tahun kemarin?
Lalu, apa kamu ingin tahu apa perbedaan peserta yang tidak lulus dan lulus ketika mengecek hasil pengumuman UM-PTKIN?
Apa pun jawabannya, aku tetap akan memberitahu.
Ini adalah hasil yang aku lihat ketika dinyatakan tidak lulus UM-PTKIN di tahun kemarin. Huhu. Jelas sedih sekali pas pertama lihatnya.
Lalu, perbedaan peserta yang lulus dan tidak lulus ketika mengecek hasil pengumuman UM-PTKIN adalah :
- Peserta yang lulus, akan menghadapai kuesioner dulu sebelum melihat hasil kelulusannya.
- Peserta yang tidak lulus, akan langsung melihat hasil ketidaklulusannya setelah mengklik tombol Cari.
Hanya begitu. Jelas sekali bukan? Karena aku sendiri pernah mengalami keduanya.
Oh ya, untuk kamu para calon mahasiswa atau mahasiswi UIN Bandung yang diterima lewat seleksi mana pun, jangan lupa daftar ulang, ya. Daftar ulangnya bisa di sini. Terus, buat akun terlebih dulu dengan mengklik Daftar Baru setelah mengakses halaman tersebut. Nah, ketika pendaftaran itu, nomor pesertanya gak perlu pakai tanda hubung ( - ). Contoh, nomor peserta di kartu ujiannya 492-494-83028. Tapi di situ, ditulisnya 49249483028. Biar pendaftarannya bisa langsung diproses dan bisa segera mengisi data diri. Karena kalau enggak, bikin akunnya enggak jadi-jadi. Kayak aku. Wkwk. 😂
Sudah dulu, ya. Sekian saja ceritanya di tulisan kali ini. Sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya. Semoga aku bisa terus berbagi pengalaman sama kalian meski nanti aku sedang atau bahkan lulus kuliah. Haha.
Semoga bermanfaat. Salam hangat. Tetap semangat.
0 Comments: