Ilustrasi orang bermain media sosial/Canva |
Media sosial merupakan hal yang biasa kita gunakan dalam keseharian. Terutama bagi kita yang terbiasa dengan ponsel yang di dalamnya terunduh beberapa aplikasi media sosial, seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, dan sebagainya. Meski tidak semua aplikasi media sosial diunduh, setidaknya ada satu aplikasi yang diunduh di ponsel setiap orang, misalnya WhatsApp.
Keberadaan aplikasi-aplikasi ini seolah menjadi sebuah keharusan karena beragam aktivitas kita yang berkaitan dengan media sosial tersebut. Seperti kegiatan perkuliahan yang mengharuskan kita membuat grup kelas di WhatsApp, atau kegiatan berjualan yang mengharuskan kita membuat konten di Instagram.
Namun, sesuai namanya, media sosial adalah media yang dimanfaatkan untuk bersosialisasi di dunia maya. Di dalamnya, akan ditemukan manusia dengan beragam karakter yang tersembunyi di balik akunnya. Sayangnya, tidak semua akun dapat menyenangkan kita. Ada saja yang membuat kita kesal, jengkel, bahkan marah, karena foto, cuitan, atau video yang diposnya.
Selain karena postingan orang lain di media sosial, terkadang amarah juga bisa muncul ketika kita membaca komentar orang lain di suatu postingan. Secara tak sadar, komentar mereka justru membawa kita ikut emosi dan tak mampu menahan jari untuk berkomentar.
Di lain waktu, kita bisa saja menjadi si pelaku yang membuat orang lain kesal tanpa disadari diri. Atau bahkan, melampiaskan kekesalan yang dialami di dunia nyata ke dunia maya. Entah dengan foto, video, atau kalimat yang dipublikasikan di media sosial baik sebagai postingan atau komentar.
Baca juga: Apa Artinya Wastafel Tanpa Air?
Ketika berada di salah satu posisi di antara ketiganya, hendaknya kita menahan jari untuk melakukan apa pun di media sosial, terlebih sampai menghina seseorang, lembaga, agama, atau ras tertentu. Ingatlah kembali bahwa media sosial adalah media publik yang bisa dilihat oleh ribuan orang. Sehingga ketika kita hendak menghina siapa pun, sama saja artinya kita harus siap menghadapi celaka di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan ketika seseorang menghina orang lain di media sosial, maka dapat menimbulkan adu domba di dunia nyata. Yang jelas akan memicu pertengkaran di antara orang-orang yang terlibat, termasuk si pelaku yang menghina tersebut. Pada akhirnya, hidup si pelaku tidak akan tenang karena terus dibayangi permusuhan dalam hidupnya.
Alasan lainnya adalah karena media sosial meninggalkan jejak digital yang kuat. Dan ketika seseorang menghina melalui media sosial, akunnya akan dinilai buruk oleh orang lain, baik yang dikenalnya maupun tidak. Hal ini juga akan berdampak ketika pelaku melamar kerja atau bekerja sama dengan brand tertentu. Karena jejak digital juga bisa menjadi faktor diterima atau tidaknya seorang calon karyawan di sebuah perusahaan. Lalu misalnya ketika hinaan itu berkaitan dengan tokoh publik dan viral, warganet bisa mengecamnya dengan makian yang mungkin tak kalah buruk, yang berujung dengan terganggunya psikologis orang tersebut. Bahkan, mungkin juga ada yang sampai menyangkutpautkan dengan keluarga pelaku, yang sebenarnya tidak tahu-menahu tentang penghinaan tersebut.
Belakangan ini, kasus penghinaan di media sosial juga banyak diadukan pada pihak berwajib, yakni kantor polisi. Ujungnya, pelaku harus melewati proses hukum yang berlaku dan berkemungkinan harus mendekam di balik jeruji besi.
Barangkali, masih ada kerugian-kerugian lain yang bisa terjadi akibat melontarkan hinaan di media sosial. Padahal, hinaan baik di dunia nyata maupun dunia maya, sama-sama tidak dapat dibenarkan. Dan hendaknya alasan-alasan tersebut dapat menjadi refleksi bagi kita untuk tak buru-buru melampiaskan emosi dalam bentuk hinaan di media sosial. Karena selain mencelakai diri, hal ini juga menjadi kekecewaan bagi orang-orang terdekat yang kita sayangi.
- tulisan ini versi asli dari tulisan yang pernah dimuat di epaper Media Indonesia edisi 3 Desember 2022 dengan judul "Tahan Jari Kalau Tidak Mau Masuk Bui"